Sabtu, 14 Februari 2009

Murid Berjejalan Tanpa Sepatu di Lantai Tanah

Bersekolah di gedung sekolah dengan di rumah penduduk, tidaklah sama. Kenyamanan maupun suasana lingkungan, cukup berpengaruh bagi siswa. Meski hal itu disadari, namun karena keadaan yang tidak memungkinkan, maka pengelola sekolah terpaksa menitipkan dua rombongan belajar ke rumah penduduk. Praktik semacam itu telah berlangsung hampir dua tahun terakhir ini, di SD 2 Slukatan Kecamatan Mojotengah Wonosobo. Siswa kelas III (83 anak) dan kelas IV (72 murid), saat ini dibuat kelas paralel. Sehingga separuh dari mereka dititipkan di rumah warga setempat.

Kebijakan menitipkan dua kelas ke rumah masyarakat, karena jumlah murid di sekolah tersebut membeludak. Sejak bertahun-tahun silam, siswa yang menimba ilmu di SD 2 Slukatan selalu berlebih. Pada tahun 2005/2006, SD 2 Slukatan menampung 340an murid. Tahun 2006/2007 400an anak. Tahun 2007/2008 mencapai 417 dan tahun 2008/2009 387 siswa.

Kepala sekolah Samiyanto SPd mengaku terpaksa menumpang di rumah penduduk karena jumlah ruang kelas hanya enam buah. Dengan murid yang membeludak, idealnya semua kelas dijadikan paralel. Saat ini anak-anak dilayani 12 guru (tiga orang tenaga wiyata bakti).



Membeludaknya jumlah murid, menjadikan ruang kelas terasa padat. Rata-rata satu meja digunakan tiga siswa. Namun terkadang diduduki empat anak. Berjejalnya murid diduga juga berpengaruh pada daya serap.

Samiyanto mengaku, lulusan SD 2 Slukatan yang melanjutkan ke jenjang SMP masih rendah. Bahkan sebelum tahun 2005, belum ada lulusan yang meneruskan ke SMP. Saat ini pun yang berkeinginan melanjutkan sekolah hanya berkisar 20 persen saja.

Sedikitnya lulusan yang meneruskan sekolah, ungkap Samiyanto, karena berbagai pertimbangan. Diantaranya faktor ekonomi masyarakat; lokasi SMP yang jauh -jarak terdekat ke SMP 2 Garung lima Km atau ke SMP 1 Mojotengah 9Km; geografi dan tidak adanya sarana angkutan umum ke desa tersebut.

Guru kelas III A, Prayitno, secara terpisah kepada Suara Merdeka mengatakan bahwa anak didiknya yang menumpang di rumah kakek Chaeron sebanyak 42 siswa. Mereka menempati ruang tamu berukuran 4x5 meter dan berlantai tanah. Meski berlantai tanah, sebagian besar muridnya ke sekolah tanpa mengenakan sepatu. Tetapi diakui, kesehatan mereka cukup baik dan terjaga. Mereka sudah terbiasa dengan alam sekitar yang berudara dingin.

Prayitno menyebut, karena ruang yang sempit, maka meja kursi siswa dibuat berjajar menjadi tiga baris. Jarak antar baris pun nyaris tidak ada. Sehingga mereka berjejalan dan tak leluasa. Dengan menumpang di rumah warga, murid pun tidak punya tempat bermain.

Ketua BPD Slukatan, Mahfud mengatakan, sekarang ini jumlah balita di Dusun Silandak dan Dusun Bismo mencapai ratusan. Sehingga untuk kurun tiga tahun mendatang pun, jumlah siswa di SD 2 Slukatan, diyakini masih tetap besar. Pada hal di Desa Slukatan, saat ini terdapat dua SD dan satu MI. SD 1 dan MI jumlah muridnya relatif normal dan tidak sampai membeludak.

Sehubungan dengan kondisi yang dihadapi SD 2 Slukatan, maka Mahfud dan Samiyanto mengusulkan perlunya penambahan ruang kelas beserta perlengkapan mebelair dan tenaga pengajar. Untuk lahan yang dibutuhkan, di lokasi sekolah disebutnya masih cukup.

Ketua Dewan Pendidikan Wonosobo, H Slamet Raharjo Budi mengaku prihatin atas kondisi yang dihadapi SD 2 Slukatan. Membeludaknya jumlah siswa selama bertahun-tahun, perlu dicarikan solusi terbaik dan tepat. Siswa yang banyak dalam satu kelas dinilainya kurang efektif. Pembelajaran pun kurang nyaman. Beban guru pun semakin berat.

(Sudarman)

BY:wonosobo cyber community.www.e-wonosobo.com

0 komentar:

Posting Komentar

Hidup Adalah Pilihan © 2008. Design by :andri.wsb Sponsored by: andri.jgc30 wonosobo ASRI