Selasa, 03 Maret 2009

Agris-Tambi

Kawasan Kebun Teh Tambi



Pada masa pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1865 Perusahaan Perkebunan Tambi adalah salah satu perusahaan milik Belanda, dengan nama bagelen Thee & Kina Maatschappij yang berada di Netherland. Di Indonesia perusahaan tersebut dikelola oleh NV John Peet yang berkantor di Jakarta.
Ketika revolusi kemerdekaan meletus, perusahaan diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan para pekerjanya diangkat menjadi Pegawai Perkebunan Negara (PPN).



Setelah Konferensi Meja Bundar pada tahun 1950 perusahaan diserahkan kembali kepada pemilik semula yaitu Bagelen Thee & Kina Maatschappij. Pada tahun 1954 perusahaan dijual kepada NV Eks PPN Sindoro Sumbing, perusahaan yang didirikan oleh Eks Pegawai Perusahaan Perkebunan Negara.

Pada Tahun 1957 NV Eks PPN Sindoro Sumbing bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Wonosobo mendirikan sebuah perusahaan baru dengan nama NV Tambi dan sekarang dengan nama PT. Perkebunan Tambi.

PT. Perkebunan Tambi sekarang dalam jangka waktu pendek sedang mengembangkan potensi keindahan dan daya tarik alam perkebunan sebagai wisata agro dengan nama Agrowisata Perkebunan Teh Tambi.

DATA PERUSAHAAN

PT Perkebunan TAMBI memiliki 3 unit perkebunan, yakni:
» Unit Perkebunan Tambi
» Unit Perkebunan Bedakah
» Unit Perkebunan Tanjungsari

Luas areal : 829,14 ha
Jenis Produk : Teh Hitam
Produksi per Tahun : 1800 sd 2000 ton

Lokasi Perkebunan:
Lereng Sebelah barat Gunung Sindoro dan Sumbing di bagian tengah Jawa Tengah - Indonesia
Ketinggian : 800 sd 2000 MDPL
Curah Hujan : 2500 sd 3500 mm per tahun

Pemasaran : Ekspor ke berbagai negara antara lain ; Amerika Serikat, Canada, Jerman, Polandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Rusia, Irak, Uni Emirat Arab dan pemasaran dalam negeri.


PRODUK TEH TAMBI

Cap Petruk
100 gr
Cap Petruk
200 gr
Cap Cakil
100 gr
Cap Cakil
250 gr
Cap Gunung
100 gr
Pecco Souchon
125 gr
Pecco Souchon
250 gr
Broken Orange Pecco
200 gr
Broken Orange Pecco
400 gr
Tambi (Tea Bag/Teh Celup)
50 gr







Lanjut membaca “Agris-Tambi”  »»

Senin, 02 Maret 2009

Engkau maha Agung ya Allah

Ya Allah

(Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta pada-NYA.
Setiap waktu Dia dalam kesibukan.) ( QS.Ar-Rahman: 29)
Ketika laut bergemuruh, ombak menggunung, dan angin bertiup kencang
menerjang, semua penumpang kapal akan panik dan menyeru, " Ya Allah!"
Ketika seseorang tersesat di tengah gurun pasir; kendaraan menyimpang
jauh dari jalurnya; dan para kafilah bingung menentukan arahperjalanannya,mereka akan menyeru, " Ya Allah ! "
Ketika musibah menimpa, bencana melanda, dan tragedi terjadi, mereka
yang tertimpa akan selalu berseru, " Ya Allah!"
Ketika pintu-pintu permintaan telah tertutup, dan tabir-tabir permohonan
digeraikan, orang-orang mendesah, " Ya Allah !"



Ketika semua cara tak mampu menyelesaikan, setiap jalan terasa
menyempit, harapan terputus, dan semua jalan pintas membuntu, mereka
pun menyeru , " Ya Allah!"

Ketika bumi terasa menyempit dikarenakan himpitan persoalan hidup
dan jiwa serasa seolah tertekan oleh beban berat kehidupan yang harus
Anda pikul, menyerulah, " Ya Allah! "

Kuingat Engkau saat alam begitu gelap gulita,
dan wajah zaman berlumuran debu hitam
Kusebut nama-MU dengan lantang di saat fajar menjelang,
dan fajarpun merekah seraya menebar senyuman indah

Setiap ucapan baik, doa yang tulus, rintihan yang jujur, air mata yang
menetes penuh keikhlasan, dan semua keluhan yang menggudah-
gulanakan hati adalah hanya pantas ditujukan ke hadirat-NYA.

Setiap dini hari menjelang, tengadahkan kedua telapak tangan,
julurkan lengan penuh harap, dan arahkan terus tatapan matamu ke
arah-NYA untuk memehon pertolongan! Ketika lidah bergerak, tak lain
hanya untuk menyebut, mengingat dan berdzikir dengan nama-NYA.
Dengan begitu, hati akan tenang, jiwa akan damai, syaraf tak lagi
menegang, dan iman kembali berkobar-kobar.
Demikianlah, dengan selalu menyebut nama-NYA, keyakinan akan
semakin kokoh. Karena,
(Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamban-NYA.) QS. Asy-Syu'ra:19

Allah : Nama yang paling bagus, susunan huruf yang paling
indah, ungkapan yang paling tulus, dan kata yang sangat berharga.
(Apakah kamu tahu ada seseorang yang sama dengan Dia
(yang patut disembah) ? ) QS.Maryam : 65

Allah : Milik-NYA semua kekayaan, keabadian, kekuatan, pertolongan,
kemuliaan, kemampuan, dan hikmah.
(Milik siapakah kerajaan pada hari ini? Milik Allah Yang Maha Esa
lagi Maha Mengalahkan) QS. Ghafir : 16

Allah: dari-NYA semua kasih-sayang, perhatian, pertolongan, bantuan,
cinta dan kebaikan.
(Dan, apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah
datangnya) QS. An-Nahl: 53

Allah: Pemilik segala keagungan, kemuliaan, kekuatan dan keperkasaan.
Betapun kulukiskan keagungan-MU dengan deretan huruf,
Kekudusan-MU tetap meliputi semua arwah
Engkau tetap Yang Maha Agung, sedang semua makna,
akan lebur, mencair, di tengah keagungan-MU, wahai Rabku

Ya Allah, gantikanlah kepedihan ini dengan kesenangan, jadikan
kesedihan itu awal kebahagian, dan sirnakan rasa takut ini menjadi
rasa tentram. Ya Allah, dinginkan panasnya kalbu dengan salju
keyakinan, dan padamkan bara jiwa dengan air keimanan.

Wahai Rabb, anugerahkan pada mata yang tak dapat terpejam
ini rasa kantuk dari-MU yang menentramkan, tuangkan dalam jiwa yang
bergolak ini kedamaian, dan ganjarlah dengan kemenangan yang nyata.
Wahai Rabb, tunjukanlah pandangan yang kebingungan ini kepada
cahaya-MU, bimbinglah sesatnya perjalanan ini ke arah jalan-MU
nmerapat ke hidayah-MU!

Ya Allah, sirnakan keraguan terhadap fajar yang pasti datang dan
memancar terang, dan hancurkan perasaan yang jahat dengan
secercah sinar kebenaran. Hempaskan semua tipu daya setan dengan
bantuan bala tentara-MU!

Ya Allah, sirnakan dari kami rasa sedih dan duka, dan usirlah
kegundahan dari jiwa kami semua!

Kami berlindung kepada-MU dari setiap rasa takut yang mendera,
hanya kepada-MU kami bersandar dan bertawakal, hanya kepada-MU
kami memohon, dan hanya dari-MU lah semua pertolongan.
Cukuplah Engkau sebagai Pelindung kami, karena Engkaulah
sebaik-baik Pelindung dan Penolong.


Sumber : Buku LA TAHZAN (Pengarang : DR. Aidh Al-Qarmi)

Lanjut membaca “Engkau maha Agung ya Allah”  »»

Hidup yang Sempit

Hidup Yang Sempit

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta, padahal dulu aku dapat melihat?". Dia (Allah) berfirman: "Demikianlah, dahulu telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, dan kamu mengabaikannya, jadi begitu (pula) pada hari ini kamu diabaikan". (Qs. Thaha: 124-126)
Dengan iman, seseorang akan memiliki bashirah (kepekaan, ketajaman mata hati). Ia akan tahu hakikat dan tujuan hidupnya.

Sebaliknya manakala iman kurang diasah, maka kepekaan itu akan lambat laun lenyap. Ia akan melihat dunia dengan cara pandang yang salah. Dunia pun dengan berbagai macam daya pikatnya akan menipu para pencintanya. Seakan-akan yang manusia kejar adalah kenikmatan, padahal jurang yang menyengsarakan. Maksud hati menggapai kesenangan selamanya, tak pelak yang ia hadapi hanyalah fatamorgana. Jalan yang ia tempuh justru semakin menjauhkannya dari kebahagiaan yang hakiki.




Harus kita yakini bahwa hanya iman yang dapat membentengi kita dari tipuan dunia. Dan upaya meretas jalan kepada kekuatan iman adalah jalan efektif untuk mendapat kebahagiaan.

Allah memberi kita peluang yang besar untuk mendapatkan kehidupan yang lapang. Akan tetapi manusia hanya akan memperoleh kehidupan yang sempit bila menjauh dari peringatan-Nya. Bisa jadi orang menganggap kesempitan hidup hanyalah terjadi pada orang yang miskin saja. Tapi sejarah memberi pelajaran kepada kita bahwa hidup yang sempit bukan monopoli milik orang yang kekurangan materi.

Belajarlah dari cerita lama kehidupan Qarun yang sempit dibalik kenikmatan akan harta melimpah dan jabatan strategis yang dimilikinya. Anugerah kekayaan justru membuat ia berpaling dari hidayah, tidak mau mengikuti Nabi Musa alaihis salam saat itu. Ketika ia sombong, tak mensyukuri nikmat, bahkan menjauh dari peringatan Allah maka kemewahan dunia itulah yang kemudian menghancurkannya. Jadi orang kaya pun dapat menjadi sempit hidupnya bila tidak mau taat kepada Tuhannya.

Tabiat Hidayah

Rupanya hidayah memiliki tabiat simetris dengan keseriusan manusia. Ia hanya mau menghampiri orang yang sungguh-sungguh mencarinya. Setiap insan yang berupaya terus menerus menjalani kehidupan dengan intuisi iman. Ia memulai segala kiprahnya dengan niat murni karena Allah, menelusuri kehidupan dengan mengikuti jalan yang telah dilalui oleh para kekasih Allah, dan tujuan hidupnya hanyalah mencari ridha Allah. Dalam kehidupan singkat ini pun ia tidak mau berpaling walau sekejap dari hidayah atau bermaksiat kepada Allah.

Qarun adalah kaumnya Nabi Musa bahkan ia adalah anak pamannya. Realitanya Allah tidak melekatkan hidayah pada Qarun walaupun ia hidup berdekatan dengan Musa, karena ia tidak mau menjadikan iman sebagai sumber kelapangan hidupnya yang sesungguhnya.

Betapa Qarun sudah diberi pintu kemudahan di dunia, sampai kunci-kunci pintu kekayaannya musti dipikul oleh orang yang kuat. Ini pertanda bahwa secara materil ia sangat kaya. Tapi begitulah pada akhirnya ia ditenggelamkan bersama dengan harta yang selama itu membuat dirinya kufur. Jadi sejatinya kunci kekayaan manusia adalah iman dan itulah jalan penghantar kenikmatan yang kekal. Qarun tidak menyadari hal itu yaitu harta hanya sekedar ujian bagi dirinya.

Akibat Menjauhi Hidayah

Allah mengancam manusia, "Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit". Pada babak kehidupan pertama yaitu di dunia, orang kaya akan mengalami nasib seperti Qarun. Orang yang dihimpit kesulitan hidup berupa kekurangan materi juga akan semakin merasakan dunia ini menyesakkan dirinya manakala ia tidak memperbaiki kualitas imannya. Itulah kesempitan yang diberikan versi dunia.

Efek lanjutan tak menghiraukan kebutuhan akan iman adalah keniscayaan hidup sempit pada babak hidup kedua yaitu di akhirat. "Dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". Ancaman kesempitan hidup di akhirat berupa kegelapan ketika dibangkitkan karena buta. Padahal saat itu penglihatan sangatlah penting dimiliki, karena setiap manusia akan melewati titian di atas neraka menuju surga. Bagaimana halnya sang buta? Bisa jadi baru satu ayunan ia melangkah, dirinya sudah terjerumus masuk dalam azab neraka.

Wajarlah mereka berkata, "Ya Tuhanku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta, padahal dulu aku dapat melihat?". Maka saat itulah Sang Penyedia Hidayah di dunia mengatakan padanya, "Demikianlah, dahulu telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, dan kamu mengabaikannya, jadi begitu (pula) pada hari ini kamu diabaikan".

Hidayah Ayat Cinta-Nya

Allah telah menyediakan pintu kelapangan hidup walaupun jalan hidup itu sulit. Ia pula yang memberikan ketentraman dengan hadirnya kemudahan materi sebagai penopang hidup. Syaratnya hanyalah kita beriman dan istiqamah dalam keimanan itu.

Sesungguhnya orang-orang yang berkata: "Tuhan kami adalah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu". (Qs. Fushshilat: 30)

Dan bagi orang beriman dan berupaya melanggengkan imannya, tidak ada jalan utama yang lain kecuali ia harus gemar membaca surat cinta Allah. Ia berupaya untuk memahaminya sehingga menjadi petunjuk yang jelas menuntun hidupnya. Ia juga harus menguatkan ikhtiar untuk menghafalkan sebanyak-banyak Al-Qur'an agar segala bisikan kemaksiatan mampu terkalahkan dengan ayat-ayat yang meresap dalam hatinya. Dan pada akhirnya dapat menjelma berupa kemampuan menggerakkan seluruh anggota tubuh agar beramal sesuai panduan Allah dalam ayat-ayat cinta-Nya. Itulah tujuan asasi diturunkannya Al-Qur'an.

Sebenarnya, (Al-Qur'an) itu adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada orang-orang yang berilmu. Hanya orang-orang yang zalim yang mengingkari ayat-ayat Kami. (Qs. Al-Ankabut: 49)

Wallahu a'lam.



Lanjut membaca “Hidup yang Sempit”  »»

Buruk sangka datang...knapa..

prasangka knapa datang

Kebiasaan berburuk sangka telah ada sejak lama. Di sekitar kita, bila dicermati, bertebaran sikap manusia yang berprasangka buruk. Sebutlah pandangan mata curiga, sinis, ekspresi kecut yang penuh apriori, sampai dalam bentuk sikap kasar yang tidak bersahabat.

Menurut para ahli, buruk sangka merupakan salah satu mekanisme psikologis yang paling alamiah dalam diri manusia. Karena itu, sulit sekali menghilangkan buruk sangka. Banyak faktor yang memicu merebaknya prasangka-prasangka buruk:



1. Faktor lingkungan

Lingkungan memberi pengaruh yang cukup besar bagi lahirnya sikap buruk sangka. Lingkungan dimaksud bisa keluarga, masyarakat, tempat bekerja, sekolah, dan lain sebagainya. Lingkungan yang kejam, kotor, dan tidak sehat seringkali memberi pengaruh kuat bagi lahirnya kebiasaan buruk sangka. Bahkan, dalam budaya orang-orang ‘primitif’, buruk sangka seringkali menjadi acuan utama kehidupan sosial mereka, sebagai kompensasi timbal balik dari lingkungannya yang memang buruk.

Seperti yang terjadi pada suku Dobu di Melanesia. Ideologi hidup mereka adalah sihir. Akibatnya, paradigma hidup mereka pun banyak yang terjungkal. Setiap anak-anak Dobu meyakini bahwa kehidupan mereka diatur oleh kekuatan sihir. Maka, begitu ada yang terkena bencana atau musibah, muncullah aksi balas dendam dari keluarganya kepada pihak-pihak yang diduga telah menyihir anggota keluarganya.

Setiap orang dari suku tersebut selalu takut kalau diracun. Makanan dijaga ketat. Hanya dengan orang-orang tertentu saja suku Dobu mau makan bersama. Sikap curiga, buruk sangka, tidak dapat dipercaya, menjadi budaya hidup mereka.

Lingkungan hidup yang keras bisa menumbuhsuburkan sikap cepat curiga. Ia identik dengan medan tempat setiap orang harus bertarung mempertahankan hidupnya.

Berjibaku mengejar apa yang bisa ia makan, meski harus memangsa orang lain dengan jalan yang salah. Bagaimana dengan lingkungan kita? Atau Bagaimana dengan lingkungan kerja kita?



2. Keyakinan yang salah

Keyakinan yang salah bisa melahirkan buruk sangka. Termasuk dalam kategori ini adalah ideologi atau aqidah yang salah. Seperti berburuk sangka kepada Allah, dengan menuduh-Nya tidak adil. Orang-orang jahiliyah sebelum Islam punya keyakinan yang terkait erat dengan prasangka buruk. Setiap memasuki hari-hari yang baru, mereka mengukur nasib dengan apa yang pertama kali mereka lihat. Bila pagi itu mereka melihat ular, atau burung gagak, atau apa saja yang berwarna hitam, pertanda hari buruk sedang menanti.

Dalam Islam, perilaku seperti itu disebut dengan tathayyur. Secara bahasa, tathayyur artinya sebuah perilaku menyandarkan sikap kepada burung (tha-ir). Tindakan seperti itu dilarang keras oleh Islam karena bisa merusak kemurnian akidah.

Buruk sangka dengan kemasan keyakinan seperti itu masih banyak menyebar dalam masyarakat. Terlebih bila masyarakat tersebut dahulunya penganut paham animisme. Tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, masyarakat modern pun banyak yang masih terjerat perilaku seperti itu. Banyak yang menggantungkan nasibnya kepada ramalan-ramalan aneh.



3. Kepentingan Politik

Kepentingan-kepentingan politik juga menjadi pemicu lahirnya sikap buruk sangka. Definisi kepentingan politik yang dimaksud tidak selalu harus dalam konteks kekuasaan di sebuah negara, dari tingkat lurah sampai presiden. Bisa saja berbentuk politik pencapaian jabatan di sebuah instansi, politik pencapaian tujuan tertentu dalam sebuah organisasi, atau dalam sebuah komunitas masyarakat.

Di jaman Soeharto berkuasa, tak sedikit kebijakan politik yang dijalankan berdasarkan buruk sangka. Kekhawatiran dan ketakutan kepada umat Islam dalam kurun yang cukup lama telah menjadi alasan untuk berlaku diskriminatif kepada anak bangsanya sendiri.

Tragedi Priok misalnya, telah banyak memakan korban. Bahkan banyak orang yang sama sekali tak punya urusan dengan peristiwa Priok juga terdzalimi dengan kejam.

Pendek kata, kepentingan politik telah menjadikan alasan sistem kewaspadaan nasional sebagai pembenaran tindakan-tindakan brutal, yang dasarnya hanya prasangka buruk. Identifikasi bahwa semua orang Islam yang nampak konsisten disebut bagian dari ekstrim kanan, yang akan merongrong kewibawaan negara, menggulingkan pemerintahan yang sah, adalah idiom-idiom buruk sangka yang terus dijadikan komoditas politik Soeharto. Sayangnya, idiom ekstrim kanan juga masih didengungkan oleh penguasa saat ini. Bahkan, muncul kebiasaan menyebarkan prasangka dan keresahan dengan menyebut inisial, sebagai tertuduh dalam beberapa kasus.

Tentu semua orang tidak ingin, bila bangsa ini terus menerus dipimpin oleh penguasa yang kebijakan politiknya hanya berdasar buruk sangka, berpijak pada asumsi-asumsi buta, atau bahkan hanya karena selera suka atau tidak suka.



4. Estimasi Pertahanan Diri

Kadang, orang punya prasangka buruk demi kepentingan mempertahankan diri. Rasa aman yang ingin diperoleh seseorang sering kali diwujudkan dengan membuat lingkar pengaman secara psikologis atas semua orang yang dihadapi. Kebiasaan ini bahkan telah merambah ke sektor-sektor kehidupan harian. Ada penelitian unik (Baron & Byrne,1997) tentang kecenderungan para perawat di rumah sakit yang enggan merawat orang-orang gemuk, karena prasangka ringan (mild prejudice) yang tak berdasar. Mereka berprasangka bahwa orang gemuk umumnya sulit diberi pelayanan perawatan. Tentu saja ini belum tentu benar. Tapi, begitulah adanya.

Estimasi pertahanan diri yang dasarnya buruk sangka sangat berbahaya. Ia bisa melahirkan stereotipe. Sebuah penyeragaman pandangan atas suatu obyek dengan totalitas. Seperti sangkaan bahwa ‘laki-laki yang menuntun motor di tengah malam itu pasti pencuri’, ‘orang yang berambut panjang itu pasti preman’, dan lain sebagainya.

Pengalaman unik seorang pemuda berikut bisa menjadi pelajaran. Arman (24 tahun), sempat gemetar dan serta merta menjauhi laki-laki berkulit gelap berminyak, berambut gondrong, berbadan besar serta berpakaian lusuh yang menghampirinya. Malam itu, ia terpaksa tidur di emperan toko. Arman bukan pengemis atau gelandangan, melainkan pemuda ‘rumahan’ yang ‘terlunta-lunta’ di Jakarta. Dari Surabaya, Arman memutuskan mendatangi teman lamanya di Jakarta. Ia berencana menetap sementara di rumah temannya sambil mencari kerja, berbekal ijazah SMA dan beberapa ijazah kursus. Di luar dugaannya, sewaktu tiba di alamat yang dituju, temannya sudah pindah, dan -suatu hal yang tidak aneh- para tetangga tidak tahu alamat barunya.

Malam mulai tiba. Sementara Arman tidak ingin mengeluarkan uang untuk menginap di losmen. Ia khawatir, uang simpanannya keburu habis sebelum nasibnya jelas. Ketika malam semakin larut, akhirnya ia memilih emperan toko untuk bermalam. Tapi segera ia menyesali pilihannya, karena laki-laki gondrong itu sekonyong-konyong menghampirinya. Di kepalanya sudah berkecamuk, orang seram seperti itu pasti akan merampok, menganiaya atau bahkan membunuhnya.

Tapi laki-laki itu dengan ramah menegurnya, dan mengajaknya berbincang. Akhirnya, Arman justru menceritakan masalah yang menimpanya. Melihat ketulusan di sorot mata laki-laki itu, Arman tiba-tiba yakin, ia orang baik-baik. Bahkan ia melihat, laki-laki itu seperti iba padanya. Menurut pengakuan laki-laki itu, ia memiliki adik yang sebaya Arman, dan sekarang tinggal di kampung halamannya, di daerah Sumatera.

Akhirnya, malam itu Arman justru menginap di rumah laki-laki itu, di daerah kumuh pinggiran kali Ciliwung. Dan orang yang kemudian dipanggilnya Abang itu memberinya pekerjaan, sebagai kenek bis yang dikemudikannya. Beberapa bulan Arman tinggal di rumah laki-laki itu, yang ternyata benar-benar baik dan memperlakukan Arman seperti adiknya. Ia juga heran, di jaman seperti ini, masih ada orang yang tulus seperti itu. Kini Arman sudah bekerja sebagai pegawai di suatu kantor. Tapi ia tidak pernah melupakan kebaikan sang Abang.

Sikap stereotipe menilai sesuatu secara keseluruhan juga dialami oleh Musyarif (26). Ia mengisahkan pengalaman yang tak akan ia lupakan. Suatu hari seperti biasa ia naik bis umum dari tempat tinggalnya di Bekasi ke Jakarta untuk bekerja. Menjelang keluar tol UKI, dilihatnya seorang laki-laki dengan kacamata hitam terus mendekat-dekat kepada seorang wanita berjilbab. Musyarif yakin bahwa seorang copet sedang siap-siap beraksi. Ia berusaha sedikit menghalangi laki-laki itu. Begitu bus menurunkan penumpangnya di UKI, wanita berjilbab itu menggamit laki-laki berkacamata hitam itu dan menuntunnya. Ternyata laki-laki itu buta. Dari cara wanita itu membimbingnya, bisa dipastikan ia suaminya, atau paling tidak salah satu keluarga dekatnya."

Bila berlebihan, buruk sangka karena estimasi pertahanan diri bisa menjadi penyakit kepribadian seperti paranoid. Di mana orang punya rasa takut yang sangat berlebihan. Hingga melahirkan anggapan secara konsisten bahwa orang lain berusaha menuntut, merusak, atau mengancam. Bahkan, orang yang berpenyakit seperti itu menolak menceritakan rahasia kepada orang lain karena takut kalau informasi tersebut digunakan untuk melawan dirinya. Bisa juga berdampak kepada gangguan kepribadian skizotipal. Yaitu suatu sikap dan penampilan ganjil, selalu curiga, dan kecemasan sosial yang luar biasa terhadap orang yang tidak dikenal.



5. Ilmu yang Pas-Pasan

Keterbatasan ilmu juga menjadi pemicu bagi munculnya sikap buruk sangka. Minimnya pengetahuan akan berpengaruh pada kemampuan seseorang untuk memandang masalah, menyimpulkan, serta menentukan sikap atas berbagai peristiwa.

Dalam beberapa disiplin ilmu, kata ‘prasangka’ secara definitif diartikan sebagai penguasaan masalah sebesar 50 persen atau lebih tapi tidak sampai seratus persen. Ia sekaligus lawan dari kata ‘faham’, yaitu penguasaan masalah hingga seratus persen. Maka, orang yang tidak faham, sangat mungkin memaknai sesuatu dengan cara yang salah.

Setiap orang harus sadar, bahwa di atas yang tahu masih ada yang lebih tahu. Di atas yang berilmu masih ada yang lebih berilmu. Apalaqi hampir semua ilmu itu dinamis, berkembang, dan memunculkan hal-hal baru.

Buruk sangka karena keterbatasan pengetahuan bisa dihindari dengan mencari tahu. Dahulu, ketika Rasulullah memutuskan menerima perjanjian damai dengan orang-orang Quraisy di Hudhaibiyah, sebagian sahabat -termasuk Umar bin Khatab- memandang itu sebagai kekalahan. Tetapi dikemudian hari ia menyadari kekeliruan dugaannya.

Dahulu, Musa menganggap Hidhir telah bertindak aniaya. Membolongi perahu, membunuh anak, serta memperbaiki bangunan di suatu kampung yang penduduknya pelit. Setelah dijelaskan alasannya barulah ia menyadari bahwa dugaannya itu salah.

Disisi yang lain, ada juga hasil kesimpulan yang akhirnya memberikan nilai minus/kurang atas diri seseorang, yang mana instrumen penilaiannya benar-benar berdasarkan perangkat penilaian yang obyektif (misalnya mengacu pada poin-poin syakhsiyah Islamiyah). Namun ironisnya penilaian itu justru dianggap sebagai kesimpulan yang dipenuhi oleh rasa buruk sangka. Akibatnya, orang yang ilmu-nya pas-pas-an justru menaruh simpati kepada orang yang telah dinilai kurang tersebut. Lebih parah lagi jika rasa simpati itu sudah bersemayam sejak lama, sehingga melahirkan sikap proteksi atas semua penilaian yang kurang atas orang yang dikaguminya. Inilah bentuk lain dari buruk sangka terhadap suatu evaluasi yang obyektif. Wallahu’alam. Hanya orang yang kuat dan berilmu, yang mampu memikul amanah.



8. Diskriminasi ‘Besar-Kecil’

Adanya diskriminasi atas ‘orang-orang kecil’ oleh ‘orang-orang besar’ dalam berbagai bentuk juga merupakan salah satu korban buruk sangka. Seringkali orang-orang kaya memenuhi pikirannya dengan persepsi bahwa orang-orang miskin itu kumuh, udik, bodoh, bahkan pencuri. Padahal, orang-orang ‘besar’ banyak juga yang profesinya sebagai koruptor dan penjahat berkerah putih.

Seorang pembantu rumah tangga wanita, sebut saja Tina, di kawasan Jakarta Selatan pernah pergi meninggalkan majikannya karena tidak tahan dengan perlakuan diskriminatif yang ia terima. Kedekatan anak-anak majikannya dengan dirinya akhirnya tak mampu meluluhkan hatinya untuk pergi.

Kebetulan sekali saat ia pamit, baru saja ada penghuni rumah itu yang kehilangan uang. Dan, dengan serempak dirinya yang diperiksa. Tas kecil miliknya yang berisi pakaian pun tak urung dibongkar dan diacak-acak. Tina berusaha tabah meski sebagai manusia normal ia sebenarnya tidak rela diperlakukan kasar.

Diskriminasi ‘besar-kecil’ terjadi dalam banyak bentuk. Budaya feodalisme yang merambah beragam sektor kehidupan turut membudidayakan kebiasaan buruk sangka menjadi penyakit yang menyerang kemana-mana. Seorang tentara mengira dirinya yang paling kuat, sedang orang sipil itu lemah. Seorang dokter merasa dirinya yang paling punya pengetahuan tentang kesehatan, sedang pasien itu bodoh dan tidak tahu menahu soal penyakit.

Orang tua merasa dirinya paling tahu sedang anak-anaknya yang mulai tumbuh dianggap anak bau kencur yang tak mengerti apa-apa. Seorang kepala bagian, seorang manajer, seorang direktur, seorang ketua, merasa bahwa orang-orang yang berada dibawahnya lebih rendah dari dirinya. Rasialisme oleh rezim apartheid di Afrika juga bagian dari bentuk prasangka buruk, bahwa orang kulit putih lebih mulia dari orang kulit hitam. Semua itu adalah perilaku buruk sangka yang diskriminatif dan tidak semuanya benar.

Urat nadi buruk sangka masih sangat banyak. Dengan menekan semaksimal mungkin sikap berprasangka buruk, setidaknya kita telah memberi kontribusi yang cukup berarti bagi kelangsungan hidup banyak orang. Ya, kita memang harus berpikir sebelum bertindak. Kita harus berpengetahuan sebelum berkesimpulan. Sebuah pembiasaan diri yang tidak ringang, memang. Agar kita tidak salah langkah lagi dikemudian hari, karena hidup ini tidak mengenal siaran tunda. Wallahu’alam


Lanjut membaca “Buruk sangka datang...knapa..”  »»

Terlintas di hati setiap insan

Hati pada setiap insan

Prasangka memang hanya lintasan hati. Karenanya, berprasangka sebenarnya manusiawi. Tak ada orang yang mampu meredam atau menahan yang namanya lintasan hati. Tak ada orang yang tak pernah memiliki prasangka buruk terhadap orang lain. Tak seorang pun bisa menghilangkan sama sekali lintasan hatinya. Itu sebabnya, para sahabat mengajukan keberatannya kepada Rasulullah saat turun ayat "Dan bila engkau menampakkan apa yang ada dalam hatimu, atau engkau menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu." (QS. Al-Baqarah : 284) Para sahabat yakin tak mampu menghalangi lintasan hatinya, jika itu termasuk dalam hitungan amal mereka. Akhirnya Allah menurunkan ayat selanjutnya, "Allah tidak akan memberikan beban kepada seseorang kecuali sebatas kemampuannya."



Imam Ghazali mengurai penjelasan buruk sangka dalam satu sub tema tentang ghibah, membicarakan keburukan orang lain. Menurutnya, buruk sangka tak lain adalah ghibah bathiniyah (membicarakan keburukan orang dengan hati). "Sebagaimana Anda diharamkan untuk menyebut keburukan-keburukan orang lain, maka demikian pula Anda diharamkan untuk berburuk sangka pada saudara Anda," begitulah kata Imam Ghazali.

Apa yang harus dilakukan agar bisa menghindari bahaya buruk sangka?

Pertama, tumbuhkan empati kepada orang yang menjadi objek buruk sangka. Rasakanlah bila objek buruk sangka itu adalah diri Anda sendiri yang sangat mungkin mengalami banyak kekurangan. Tips ini sama dengan apa yang dianjurkan oleh Imam Ghazali, ketika ia membahas masalah ghibah. Untuk menghindari ghibah, menurut Imam Ghazali, salah satunya dengan merasakan bagaimana bila yang menjadi objek pembicaraan itu adalah diri sendiri. Bila kita senang mendengarnya, maka teruskanlah bicara. Tapi bila tidak, maka jauhilah pembicaraan negatif itu. Sama dengan kondisi ghibah dalam hati, cara menghindarinya bisa dengan membandingkan kondisi kita dengan kondisi orang yang menjadi objek prasangka.

Kedua, teliti dari mana sumber perasaan negatif, atau buruk sangka itu muncul. Bila ia datang dari informasi seseorang, langkah yang paling baik adalah melakukan pertanyaan lebih detail tentang asal usul berita miring itu. Apakah nara sumber berita itu benar-benar telah mengetahui secara autentik tentang kejadian yang memunculkan prasangka itu? Atau bisa juga ditanyakan langsung kepada yang bersangkutan tentang benar tidak-nya berita negatif tersebut. Bila Anda merasakan bahwa informasi itu belum tentu benar, berupayalah menghapuskan memori informasi itu dari pikiran Anda.

Ada riwayat hadits menarik yang disampaikan oleh Imam Ahmad dengan sanad shahih. Suatu ketika ada seorang lelaki melewati suatu kaum yang sedang berada dalam sebuah majlis. Orang laki-laki itu mengucapkan salam, mereka pun menjawab salam orang tersebut. Tapi tak berapa jauh orang itu pergi, salah seorang dalam majlis itu berkata, "Sesunguhnya aku membenci orang itu karena Allah." Orang yang mendengar perkataan itu terkejut dan mengatakan, "Buruk sekali apa yang engkau ucapkan. Demi Allah akan aku adukan hal ini pada Rasulullah."

Orang yang telah lewat itu kemudian dipertemukan oleh Rasulufah dengan orang yang memiliki prasangka buruk itu. "Mengapa kamu membencinya?" tanya Rasul. "Aku tetangganya, dan mengenalnya. Demi Allah aku tidak pernah melihatnya melakukan shalat kecuali yang diwajibkan," katanya. Orang itu berkata, "Tanyalah wahai Rasulullah, apakah ia pernah melihatku mengakhirkan sholat di luar waktunya atau aku pernah salah berwudhu, ruku’ atau sujud?" Orang yang berprasangka buruk itu mengatakan, "Tidak." Kemudian ia mengatakan, "Demi Allah aku tidak pernah melihatnya berpuasa sebulan kecuali pada bulan yang dipuasai oleh orang baik dan durhaka." Orang yang dituduh itu mengatakan, "Tanyakan wahai Rasulullah, apakah dia pernah melihatku tidak puasa pada bulan Ramadhan, atau aku mengurangi haknya?" Orang itupun menjawab, "Tidak."

Tapi ia masih menambahkan lagi alasan kebenciannya. "Demi Allah aku belum pernah melihatnya memberi orang yang meminta minta atau orang miskin sama sekali, aku juga tidak pernah melihatnya menginfakkan sesuatu di jalan Allah kecuali zakat yang juga dilakukan oleh orang yang baik dan durhaka," katanya. Orang yang dituduh itu mengatakan, "Tanyakan padanya ya Rasulullah, apakah dia pernah melihatku mengurangi zakat atau aku pernah menzalimi pemungut zakat yang memintanya?" Orang itu menjawab, "Tidak." Akhirnya Rasulullah berkata pada orang yang melontarkan kebencian tanpa alasan yang jelas itu. "Pergilah, barangkali dia lebih baik dari pada dirimu," ujar Rasulullah.

Ketiga, bila sumber informasi itu muncul dari dalam hati sendiri tanpa sebab-sebab yang jelas, kecuali sekadar penampilan lahir atau kecurigaan belaka. Beristigfar, dan mohon ampunlah pada Allah swt atas kekeliruan lintasan hati negatif itu. "Seseorang tidak boleh meyakini keburukan orang lain kecuali bila telah nyata dan tidak dapat diartikan dengan hal lain kecuali hanya dengan keburukan," begitu nasihat Imam Al-Ghazali.

Beliau mencontohkan, jika seseorang mencium bau minuman khamar dari mulut seseorang, ia masih belum boleh memastikan bahwa ia telah minum khamar, karena masih ada kemungkinan untuk dikatakan bahwa dia berkumur-kumur saja dan tidak meminumnya, atau mungkin dia dipaksa meminumnya.

Menurut Imam Ghazali, sesuatu yang tidak disaksikan dengan mata kepala dan tidak didengar dengan telinga sendiri, tapi muncul di dalam hati, maka itu tidak lain merupakan bisikan setan yang harus ditolak, karena syetan adalah makhluk yang fasik. Allah swt berfirman, "Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya." (QS.Al-Hujurat:6)

Keempat, sadarilah bahwa lahiriyah seseorang tidak selalu identik dengan batinnya. Islam sama sekali tak mengajarkan penilaian seseorang dari aspek lahirnya. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk tubuh kalian, tapi melihat pada hati kalian." Dalam hadits shahih yang lain disebutkan pula bagaimana Rasulullah menggambarkan bahwa kondisi orang yang secara lahiriyah kurang baik, berdebu, rambutnya kumal, dan banyak dipandang hina oleh seseorang, tapi orang tersebut adalah orang yang paling didengar doanya oleh Allah swt. Sebaliknya, orang yang bersih, dan menarik penampilan lahiriyahnya, ternyata orang itulah yang memiliki penilaian tidak baik di mata Allah swt.

Naif sekali, merasa curiga dan berburuk sangka karena alasan lahir. Allah swt bahkan menjelaskan bahwa di antara orang munafik biasanya memiliki penampilan yang memukau. "Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum." (QS. Al-Munafiqun : 4)

Kelima, terimalah fakta bahwa setiap orang pasti pernah lepas kontrol sesekali. Tidak perlu mengembangkan perasaan dan dugaan terlalu besar dengan suatu kesalahan yang dilakukan seseorang. Kesalahan itu adalah hal lumrah bagi manusia. Karenanya, coba arahkan perhatian itu pada diri sendiri, bukan pada orang lain. Terlalu besar memperhatikan kesalahan orang lain, merupakan salah satu sebab seseorang menjadi mudah mencurigai dan berburuk sangka. Ingatlah prinsip yang diajarkan Rasulullah saw, Berbahagialah orang yang disibukkan oleh aib dan kesalahan dirinya, ketimbang sibuk oleh aib dan kesalahan orang lain.

Keenam, salah satu pemicu buruk sangka adalah rasa was-was atau bayangan ketakutan yang akan kita terima akibat pihak tertentu. Untuk mengatasinya, tumbuhkan keyakinan kuat bahwa Allah swt Maha Mengetahui dan Maha Kuasa atas seluruh gerak gerik hambanya. Apa saja yang terjadi merupakan kehendak dan kekuasaan Allah swt. Keyakinan ini akan memunculkan kepasrahan dan ketenangan, serta tidak mudah membayangkan resiko pahit yang belum tentu benarnya. Keyakinan ini juga yang akan mengusir perasaan was-was dan bayangan menakutkan yang tak jelas ujung pangkalnya.

Ketujuh, untuk mematahkan gangguan syetan, terapi yang paling penting adalah dengan dzikir kepada Allah dan berusaha memperbanyak amal-amal ketaatan. Keduanya akan sangat menciptakan suasana hati yang hidup, bersih dan jernih. Hal ini lebih jauh akan menumbuhkan kualitas iman yang semakin tidak mudah bagi syetan untuk bersemayam di dalam hati. Di sinilah, seseorang akan mendapat cahaya Allah swt sehingga pandangannya akan mengarah pada firasat yang benar. Takutlah dari firasat seorang mu’min karena ia melihat dengan Nur Allah. (HR. Turmudzi)

Kedelapan, mintakan ampun kepada orang yang menjadi objek prasangka tanpa alasan yang jelas. Itu salah satu kafarat ghibah yang disebutkan oleh Imam Ghazali rahimahullah. Menurutnya, doa tersebut dapat menjengkelkan syetan sehingga syetan tidak bisa memasukkan lintasan negatif atas seseorang. Prasangka, menurutnya sama dengan ghibah dalam hati. Maka, tebusannya antara lain dengan memohon ampunan kepada Allah atas saudara yang dicurigai itu. Wallahu’alam.

Lanjut membaca “Terlintas di hati setiap insan”  »»
Hidup Adalah Pilihan © 2008. Design by :andri.wsb Sponsored by: andri.jgc30 wonosobo ASRI